Katamu;
Panas terik mentari membakar atap.
Bising kendaraan laju menderap.
Di sela-sela kepalaku, wajahmu menyeruak.
Rindu merekah di antara gedung menjulang.
Menantimu, di angan yang entah.
Katamu;
Peluk aku dalam bayang-bayang.
Telah berkali-kali bunga bermekaran.
Sunyi menanti setiap kepulangan.
Hujan tak lagi senyaman pelukan.
Angin tak lagi semacam bisikan.
Kasih, coba dengarkan !.
Dan, aku pun tak sesering angin lewat, tak seiring bunyi pesawat.
Aku menantimu jua.
Meski jarak membentang, sungguh, aku masih menanti waktu merentang.
Di jendela sayap Sriwijaya, tunggu aku di Juanda.